Takhrij
hadits Aisyah tentang do'a sujud tilawah
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي سُجُودِ الْقُرْآنِ بِاللَّيْلِ يَقُولُ فِي السَّجْدَةِ مِرَارًا سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ
"Dari Aisyah
radliyallahu 'anha ia berkata: "Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam berkata dalam sujud Al Qur'an di waktu malam berkali-kali:
"Sajada wajhii lilladzi khalaqahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu
bihaulihi waquwwatihi".
Hadits ini
dikeluarkan Abu Dawud dari jalan Isma'il bin 'Ulayyah haddatsana Khalid
Al Hadzaa dari seorang laki-laki dari Abul 'Aliyah dari Aisyah. Qultu
(Abu Yahya): "Sanad ini lemah karena terdapat perawi yang mubham (tidak
disebutkan namanya)".
Akan tetapi
Isma'il bin Ulayyah ini diselesihi sejumlah perawi lain yang tsiqat yang
meriwayatkan dari Khalid dari Abul 'Aliyah dari Aisyah tanpa
menyebutkan lelaki yang mubham tersebut. Mereka adalah Abdul Wahhab Ats
Tsaqafi yang dikeluarkan oleh An Nasai dalam Al Kubra (714) dan lainnya
haddatsana Khalid Al Hadzaa dari Abul 'Aliyah dari Aisyah radliyallahu
'anha.
Demikian juga
Wuhaib bin Khalid dikeluarkan oleh Al Hakim dalam Mustadraknya (800) dan
Sufyan bin Habib dikeluarkan oleh Ad Daraquthni dalam sunannya (no 2),
dan Husyaim bin Basyiir dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam
mushannafnya (no 4405) semuanya meriwayatkan dari Khalid Al Hadzaa dari
Abul 'Aliyah dari Aisyah tanpa menyebutkan lelaki yang mubham tersebut.
Sehingga
periwayatan Isma'il bin 'Ulayyah seakan bertentangan dengan periwayatan
empat perawi tsiqat di atas, oleh karena itu sebagian ulama menganggap
bahwa periwayatan Isma'il bin Ibrahim ini termasuk periwayatan yang
syadz, dan bahwa yang shahih adalah periwayatan empat perawi yang tsiqat
karena mereka jumlahnya lebih banyak. (Shahih Sunan Abi Dawud).
Namun menurut
hemat saya periwayatan Isma'il bin 'Ulayyah ini tidak bisa dianggap
syadz karena empat alasan:
Pertama: Khalid Al
Hadzaa meriwayatkan dari Abul 'Aliyah dengan lafadz 'an yang artinya:
"Dari". Dan lafadz ini tidak gamblang menunjukkan kebersambungan sanad,
kecuali bila Khalid meriwayatkannya dengan lafadz haddatsana Abul
'Aliyah.
Kedua: Al Hafidz
ibnu Hajar mensifati Khalid ini sebagai perawi yang tsiqah namun banyak
memursalkan sanad, dan sanad ini ada kemungkinan dimursalkan oleh Khalid
pada periwayatan empat orang di atas.
Ketiga: Imam Ahmad
mengatakan bahwa Khalid Al Hadzaa tidak mendengar dari Abul 'Aliyah
sebagaimana yang dinukil oleh ibnu Hajar dalam Taqributtahdzib (3/105).
Oleh karena itu
ibnu Khuzaimah berkata: "Sesungguhnya aku meninggalkan khabar Abul
'Aliyah dari 'Aisyah.. karena antara Khalid dan Abul 'Aliyah ada seorang
perawi yang tidak disebutkan namanya". (Shahih ibnu Khuzaimah 1/283).
Empat: Isma'il bin
'Ulayyah adalah perawi yang sangat tsiqah, maka tidak semudah itu untuk
menyalahkan imam ini, terlebih bila kita perhatikan lafadz
periwayatannya yaitu dengan lafadz 'an yang mengandung kemungkinan
antara mendengar dan tidak.
Dan Al Hafidz ibnu
Hajar condong kepada pendapat ini dalam kitabnya"Nataijul afkaar
(2/111)" beliau berkata setelah menyebutkan perkataan ibnu Khuzaimah:
"Aku keluarkan hadits ini agar para penuntut ilmu hadits tidak tertipu
dan menganggapnya shahih padahal tidak demikian karena Khalid Al Hadzaa
tidak mendengar dari Abul 'Aliyah namun antara kedua antara perantara
seorang perawi". Beliau berkata: "Beliau (ibnu Khuzaimah) mengisyaratkan
kepada riwayat Isma'il bin 'Ulayyah haddatsana Khalid Al Hadzaa dari
seseorang dari Abul 'Aliyah".
'illat ini
tersembunyi pada At Tirmidzi sehingga beliau menshahihkannya, dan ibnu
Hibbanpun tertipu oleh lahiriahnya dimana beliau mengeluarkan dalam
shahihnya dari ibnu Khuzaimah, dan Al Hakim juga ikut menshahihkannya,
seakan-akan keduanya lupa kepada perkataan guru mereka (yaitu ibnu
Khuzaimah), dan Ad Daraquthni menyebutkan perselisihan ini dalam
'ilalnya…".
Qultu (Abu Yahya):
"Ad Daraquthni dalam 'ilalnya (14/395) menyebutkan perselisihan ini dan
dan mengatakan bahwa periwayatan Isma'il bin 'ulayyah yang benar".
Sehingga hadits ini dla'if.
Namun Al Hafidz
ibnu Hajar rahimahullah dalam nataijul afkar menyatakan bahwa hadits
hasan karena mempunyai syahid dari hadits Ali bin Abi Thalib, beliau
berkata: "Aku katakan hadits ini hasan karena ia mempunyai syahid dari
hadits Ali walaupun untuk sujud secara mutlak". (Nataijul afkaar 2/111).
Qultu (Abu Yahya):
"Hadits Ali yang dimaksud lafadznya adalah:
وَإِذَا سَجَدَ قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
"..Dan apabila
beliau sujud membaca: "Allahumma laka sajadtu wa bika aamantu walaka
aslamtu sajada wajhii
lilladzii khlaqahu wa shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu
tabarakallahu ahsanul Khaliqin". Yang artinya: "Ya Allah untuk-Mu aku
bersujud, kepada-Mu aku beriman dan aku serahkan diriku kepada-Mu, telah
sujud wajahku kepada yang telah menciptakannya, membentuk rupanya,
memberikan pendengaran dan penglihatannya, Maha mulia Allah pencipta
yang paling baik". (HR Mslim).
Ini menunjukkan
kepada kefaqihan Al Hafidz yang menjadikan hadits Ali ini sebagai syahid
yang menguatkan hadits 'Aisyah padahal hadits Ali bila kita perhatikan
adalah untuk sujud secara mutlak. Al Hafidz memahami bahwa hadits Aisyah
walaupun untuk sujud tilawah secara khusus namun ia masuk ke dalam
kemutlakkan sujud dalam hadits Ali bin Abi Thalib. Dan kepada pendapat
ini saya condong, karena ini sama saja seperti si Ahmad contohnya
menghikayatkan perkataan si Zaid yang berkata: "Apabila sifulan
mengambil baju maka ia mendapat sangsi". Sedangkan si Umar
menghikayatkan dari si Zaid: "Apabila si fulan mengambil baju kemeja
maka akan saya pukul". Dan ternyata si Umar ini lemah. Tentu perkataan
si Umar ini tidak bertentangan dengan perkataan si Ahmad dan boleh kita
katakan bahwa perkataan si Ahmad menguatkan perkataan si Umar walaupun
perkataan si Ahmad bersifat mutlak. Wallahu a'lam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan